Pendidikan di Tengah Pandemi: Luka Baru di Atas Luka yang Lama

Penulis: Bangkit A. Wiguna

mediaindonesia.com

“Pandemi Covid-19 telah memperlihatkan kepada dunia bahwa para ahli dalam berbagai bidang pun tak luput dari kesalahan. Sebab, tidak peduli seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, akan selalu ada hal-hal yang belum diketahui dan menuntut untuk diketahui. Oleh karena itu, pendidikan, sebagai arus utama ilmu pengetahuan, seharusnya menjadi salah satu prioritas utama pada masa pandemi ini.”


Sejak 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) telah mendeklarasikan wabah corona virus disease 2019 (Covid-19) sebagai pandemi. Sampai saat ini, telah tercatat sebanyak 31.425.029 kasus terkonfirmasi positif dan 967.164 kasus kematian akibat Covid-19 di seluruh dunia.[1]Sementara itu, di negara kita, Indonesia, telah tercatat sebanyak 257.388 kasus terkonfirmasi positif dan 9.977 kasus kematian akibat Covid-19 hingga saat ini. [2]Meledaknya jumlah kasus tersebut, baik di seluruh dunia maupun di Indonesia, bukan berarti bahwa manusia tidak melakukan apa-apa dalam mengahadapi pandemi ini. Sebaliknya, kita telah melakukan segala hal yang kita bisa untuk menghadapi pandemi ini. Berbagai penyesuaian telah kita lakukan, seperti menjaga jarak (social distancing), memakai masker, hingga mengisolasi diri sendiri.

Penyesuaian-penyesuaian tersebut juga berdampak terhadap fungsi kehidupan kita yang paling vital, yaitu pendidikan. Pendidikan di masa pandemi ini telah mendatangkan berbagai permasalahan. Berbagai permasalahan tersebut berkaitan erat dengan penyesuaian-penyesuaian yang telah kita buat untuk menghapai pandemi ini. Pendidikan seharusnya juga menjadi perhatian utama dari para pemangku kebijakan dan stakeholder. Sebab, sebagaimana diungkapkan oleh John Dewey, pendidikan merupakan suatu proses penyesuaian pada setiap fase kehidupan yang berfungsi untuk menambah kecakapan seseorang dalam perkembangannya guna menghadapi dunia.

Pendidikan di Tengah Pandemi

Berbagai tindakan penyesuaian dalam rangka menghadapi pandemic Covid-19 di Indonesia turut dituangkan dalam kebijakan-kebijkan yang mengatur pelaksanaan pendidikan. Salah satunya adalah surat edaran Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Direktorat Pendidikan Tinggi No 1 tahun 2020 tentang pencegahan penyebaran Covid-19 di perguruan tinggi. Melalui surat edaran teresebut pihak Kemendikbud memberi instruksi kepada perguruan tinggi untuk melakukan pembelajaran jarak jauh dan memberi saran kepada mahasiswa supaya belajar dari rumah masing-masing.[3]Setelah terbitnya kebijakan tersebut, beberapa perguruan tinggi membuat instruksi kepada para civitas akademikanya untuk melakukan pembelajaran jarak jauh, salah satunya adalah Universitas Indonesia (UI). UI menerbitkan surat edaran tentang kewaspadaan dan pencegahan penyebaran infeksi Covid-19 di lingkungan UI. Di dalam surat tersebut, termuat 10 poin yang salah satunya adalah himbauan



[1] https://covid19.who.int/?gclid=EAIaIQobChMI4pXr3pqB7AIVhyRgCh1WUQq2EAAYAiAAEgIAqvD_BwE

[2] https://covid19.go.id/peta-sebaran

[3] Firman, F, & Rahayu, S, 2020. ‘Pembelajaran Online di Tengah Pandemi Covid-19’. Indonesian Journal of Educational Science (IJES), vol. 02, no. 02, hh. 81

untuk mengubah pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh.[1]Hingga saat ini, terhitung setidaknya ada 65 perguruan tinggi yang menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh.[2]

Sementara itu, kebijakan Kemendikbud di sektor pendidikan dasar memicu berbagai masalah, salah satunya terkait kurikulum. Menurut Syaiful Huda, Ketua Komisi X DPR, Kurikulum 2013 yang saat ini digunakan sebagai acuan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) kurang tepat. Sebab, terlalu padat konten sehingga tak pas jika diterapkan di masa pandemi. Beban yang diterima oleh siswa, guru, hingga orang tua pun juga bertambah apabila dibandingkan dengan pembelajaran biasanya. Berbagai keluhan tersebut pun telah disampaikan kepada Kemendikbud. Kemendikbud merespons dengan menyatakan bahwa kurikulum adaptif telah disusun dan bakal diterbitkan sebelum tahun ajaran baru. Namun, pada kenyataanya, kurikulum tersebut belum dirilis hingga saat ini.

Opini Mengenai Pendidikan di Tengah Pandemi

Asumsi umum menyatakan bahwa mereka yang memiliki kesempatan untuk mengakses pendidikan yang lebih baik akan lebih berpeluang untuk terbebas dari kemiskinan. Namun, pada realitanya, justru berbanding terbalik. Pada tahun 2019, tercatat sebanyak 839.019 pengangguran berasal dari jenjang sarjana, sedangkan lulusan bergelar diploma tercatat sebanyak 269.976.[3]Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa pengangguran yang berasal dari golongan yang tidak pernah bersekolah hanya sebanyak 35.655 dan jumlah pengangguran tertinggi disumbang oleh jenjang SMA dengan jumlah 1.680.794 penganggur. Data tersebut mematahkan asumsi umum yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan membebaskan seseorang dari kemiskinan.

Permasalahan-permasalahan tersebut hanyalah secuil masalah yang ada pada pendidikan kita. Jauh sebelum Covid-19 menyerang, pendidikan di Indonesia sudah dihinggapi oleh masalah. Memberi solusi kepada permasalahan pendidikan di masa pandemi bagaikan mengobati luka baru di luka yang lama. Menurut saya, salah satu masalah paling krusial dalam pendidikan kita adalah kenyataan bahwa gaya mengajar di Indonesia masih menggunakan “gaya bank”. “Gaya bank”, sebagaimana diungkapkan oleh Paulo Freire, adalah gaya mengajar yang mana guru berperan sebagai orang yang maha tahu, sedangkan murid berperan sebagai yang maha tidak tahu. Murid di sini berperan layaknya benda mati yang hanya bisa diisi pengetahuan tanpa bisa menghasilkan apa pun. Permasalahan “gaya bank” ini tidak bisa kita lupakan saja di tengah permasalahan pendidikan lain pada masa pandemi ini. Sebab, pembelajaran jarak jauh justru semakin mempersulit interaksi guru dan murid, terutama ruang gerak murid yang semakin dibatasi oleh sistem pembelajaran jarak jauh. Hal ini berimplikasi langsung pada semakin suburnya praktik belajar “gaya bank” tersebut.

 

Kesimpulan dan Solusi untuk Pendidikan di Tengah Pandemi

Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, seharusnya tidak hanya berfokus pada penyedian infrastruktur teknologi penunjang saja, melainkan juga pada penghapusan praktik “gaya bank” dalam pendidikan Indonesia. Sebab, sebagus apa pun infrastruktur penunjang berjalannya pendidikan, outputdari pendidikan itu sendiri akan tetap buruk apabila praktik “gaya bank” masih diterapkan. Seorang decision maker yang idealis diperlukan dalam decision making pendidikan Indonesia. Seorang decision maker yang mampu mengubah wajah pendidikan Indonesia secara radikal dan mampu membawa pendidikan Indonesia keluar dari zona nyamannya selama ini.

Pemerataan teknologi dan literasi digital memang sangat penting. Namun, hal tersebut memerlukaan kemerataan ekonomi terlebih dahulu. Di sisi lain, kurikulum yang ada menunggu untuk dirombak. Namun, upaya yang dilakukan tidak hanya top-down dari pemerintah, tetapi juga bottom-up dari masyarakat. Sebab, diperlukan adanya political will yang kuat dalam merombak kurikulum yang ada. Dalam hal ini, suara masyarakat yang suarakan lebih lantang oleh mahasiswa akan sangat berpengaruh. Oleh karena itu, isu mengenai pendidikan harus tetap dikawal dan disuarakan lebih lantang di depan telinga para penguasa sehingga telinga mereka sakit, yang mana memaksa mereka untuk melakukan perubahan.



[1] A. R., Yandwiputra 2020, Kuliah Jarak Jauh karena Virus Corona, UI: Bukan Lockdown, Tempo.co, dilihat 24 September 2020, https://metro.tempo.co/read/1319537/kuliah-jarak-jauh-karena-virus-corona-ui-bukan-lockdown/full&view=ok

[2] 2020, 65 Kampus Kuliah dari Rumah, Sultan Yogya Ragukan Efektivitas, CNN Indonesia, dilihat 24 September 2020, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200316110707-20-483756/65-kampus-kuliah-dari-rumah-sultan-yogya-ragukan-efektivitas

[3] https://www.bps.go.id/statictable/2009/04/16/972/pengangguran-terbuka-menurut-pendidikan-tertinggi-yang-ditamatkan-1986---2019.html


DAFTAR PUSTAKA

 Dewey, J. (1998). The essential Dewey: Pragmatism, education, democracy (Vol. 1). Indiana University Press.

Freire, P. (2000). Pendidikan kaum tertindas. Yogyakarta: LP3ES.

Firman, F., & Rahayu, S. (2020). Pembelajaran Online di Tengah Pandemi Covid-19. Indonesian Journal of Educational Science (IJES)2(2), 81-89.

A. R., Yandwiputra 2020, Kuliah Jarak Jauh karena Virus Corona, UI: Bukan Lockdown, Tempo.co, dilihat 24 September 2020, https://metro.tempo.co/read/1319537/kuliah-jarak-jauh-karena-virus-corona-ui-bukan-lockdown/full&view=ok

2020, 65 Kampus Kuliah dari Rumah, Sultan Yogya Ragukan Efektivitas, CNN Indonesia, dilihat 24 September 2020, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200316110707-20-483756/65-kampus-kuliah-dari-rumah-sultan-yogya-ragukan-efektivitas

 

Posting Komentar

0 Komentar