Jean Paul Sartre: Negativistic dan Social Ethics

Penulis: Syamsul Arifin

| Jean-Paul Sartre lahir di Paris pada tahun 1905. Ia memulai pendidikannya di Ecole Normale pada tahun 1924 hingga 1928. Dia mengajar studi filsafat di Lycées di Le Havre, Laon, dan di Paris. Sartre pernah bergabung dengan angkatan bersenjata pada tahun 1939 tetapi ia tertangkap pada 1940 yang kemudian dibebaskan pada 1941. Setelah mendapat kebebasan tersebut ia kembali lagi mengajar filsafat. Pada 1936 ia menerbitkan essay mengenai Ego atau Diri. Dua tahun setelahnya, ia menerbitkan sebuah novel yang paling terkenal yang berjudul La nausee. Sartre terkenal dengan banyak karya yang ia terbitkan di bidang sastra.  

Sartre merupakan murid dari Descartes. Pemikiran Sartre dipengaruhi oleh beberapa filsuf seperti Hegel, Husserl, dan Heidegger. Pemikiran yang dipengaruhi oleh Heidegger contohnya adalah ketika ia berbicara mengenai keberadaan dan ketiadaan (being and nothingness). Pada dasarnya mengenai ketiadaan ia menyatakan bahwasanya ketiadaan itu kebebasan dan waktu.
Selain ketertarikannya terhadap filsafat eksistensialis, Sartre juga berteman baik dengan marxisme, ia pernah mengatakan dalam salah satu karyanya mengenai marxisme, bahwa menurutnya marxisme sebagai filsafat yang telah mendunia merenggut kita dari budaya borjuasi yang hidup di masa lalu, kita membenamkan diri secara buta ke dalam jalan berbahaya dari realisme pluralis yang peduli pada manusia dan segala sesuatu dalam eksistensi mereka yang “konkret”. Sartre menggabungkan filsafat eksistensialis dengan marxisme.  

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari sang eksistensialis ini, yaitu “L’existence precede l’essence.” (eksistensi mendahului esensi). Dalam hal ini Sartre berpikir bahwa hal-hal yang berkaitan dengan materi, keberadaan itu lebih dulu dibandingkan dengan intisari atau sebuah esensi dari materi itu sendiri. Pada tahun 1980 ia meninggal di sebuah rumah sakit di Paris, sekitar 50.000 orang menghadiri upacara pemakaman sang filsuf eksistensialis ini. Untuk mengenang semasa hidupnya, ada salah satu karya dari pemikirannya tentang eksistensi, yaitu yang berjudul Being and Nothingness (Ada dan Ketiadaan).  

Pemikiran di Bidang Etika   

Etika Negativistik, Sartre dalam etikanya membahas tentang etika ini. Menurutnya kita dapat belajar sesuatu yang positif dari hal-hal yang negatif. Sartre prihatin dengan analisis fenomena-fenomena negatif seperti misalnya kekerasan, penindasan, atau bahkan ketidaktahuan. Dalam analisisnya itu ia mencoba menunjukkan bagaimana hal-hal negatif tersebut mengarah kepada keterasingan. Namun, fenomena ini didasarkan pada hal-hal yang bersifat normatif saja. Untuk menyikapi hal tersebut, Sartre menyatakan bahwa dari hal-hal negatif tadi bagaimana cara kita mendapatkan pelajaran penting untuk dijadikan sesuatu yang positif, misalnya dengan cara menghindari sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan.  

Etika Sosial, dari karyanya yang terkenal kita tahu bahwa etika sosial dari Sartre adalah freedom (kebebasan). Kebebasan dalam arti sosial ini maksudnya adalah bebas dari keterasingan. Sartre pernah mengatakan dalam suatu wawancara pada tahun 1964, “pertama-tama, semua orang harus dapat menjadi manusia dengan memperbaiki kondisi kehidupan mereka, agar moralitas kehidupan manusia dapat diciptakan jika saya mulai mengatakan kepada mereka “jangan berbohong”, tidak ada lagi kemungkinan tindakan politik, yang terpenting adalah kebebasan manusia”. Dalam hal ini jelas bahwa Sartre dengan etika sosialnya peduli akan kebebasan yang harus dimiliki manusia. Kelangkaan misalnya, memaksa manusia untuk melakukan suatu kejahatan, hal ini bagi kalangan kelas bawah dan tertindas tidak mempunyai pilihan nyata tentang apa yang seharusnya dilakukan, dan kejadian tersebut merupakan kasus yang secara moralitas universal tidak masuk akal. Etika Sartre dalam hal ini memiliki perbedaan dengan etika Kant, yang salah satunya adalah dalam prinsip Kant pandangan seorang Kant terlalu abstrak, formal, dan universal. Sepanjang sejarah, situasi sosial menurut Sartre pasti berubah-ubah, oleh karena itu diperlukan pertimbangan yang “konkrit universal” bukan “abstrak universal”, di sini lah letak perbedaan salah satu pandangan Kant dengan Sartre.

 

REFERENSI: 

Engel, P. 2013. Negativistic Ethics in Sartre. Sartre Studies International. 19(1): 16-34
 

Macann, C. 1993. Four Phenomenological Philosophers; Husserl, Heidegger, Sartre, Merleau-Ponty. Routledge, London. 

Copleston, F.1994. A History of Philosophy; Volume IX; Modern Philosophy: From the French Revolution to Sartre, Camus, and Levi-Strauss. New York: Doubleday  

Sartre, Jean-Paul. 1992. Notebooks for An Ethics, Pellauer D, penerjemah. Chicago: The University of Chicago Press.  

Poellner, P. 2015. Early Sartre on Freedom and Ethics. Willey Blackwell. 23(2): 221- 247.


Posting Komentar

0 Komentar