Apakah Perilaku Selingkuh Termasuk Gangguan dalam Psikologi?

Nabila S Andini
 


Selingkuh atau perselingkuhan merupakan perilaku yang melanggar kesepakatan antar pasangan yang berkaitan dengan emosional, hubungan seksual, cybersex, pornografi, dan kontak fisik. Fenomena perselingkuhan masih menjadi topik yang paling sering dicari dan dikomentari oleh setiap orang, alasannya karena hampir sebagian besar orang pernah menjadi pelaku atau korban perselingkuhan, baik dalam hubungan pacaran maupun pernikahan. Beberapa bulan kemarin topik perselingkuhan kembali naik, karena viralnya salah satu series yang mengangkat cerita tentang perselingkuhan antara suami dengan seorang psikolog di sekolah anaknya. Kasus perselingkuhan lainnya, yaitu antara selebgram dengan public figure dan antar sesama public figure. Perselingkuhan dalam pernikahan biasanya berujung dengan perceraian atau poligami. Sedangkan, perselingkuhan dalam hubungan pacaran akan berujung putus (berakhirnya hubungan). Perilaku selingkuh termasuk dalam salah satu perilaku yang sangat dibenci oleh masyarakat. Dengan berselingkuh, maka tanpa sadar pelaku sedang menghancurkan orang lain dan diri sendiri. Tidak ada keuntungan yang didapat dari seseorang yang hobi berselingkuh, kecuali hujatan dan kecaman dari masyarakat sekitar sebagai bentuk hukuman sosial.

Pelaku selingkuh seringkali merasa dirinya sebagai korban, karena merasa pasangannya tidak dapat memuaskan dan menuruti keinginannya, sehingga hal itu dijadikan alasan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Namun, itu hanya alibi, karena sesungguhnya pelaku berselingkuh bukan karena pasangannya kurang dalam segala hal, tetapi karena pelaku ingin. Pelaku yang berselingkuh 100% sadar atas apa yang diperbuat dan tahu konsekuensi apa yang akan diterima jika ketahuan. Namun, pelaku tetap nekat berselingkuh demi kepuasan dirinya sendiri, tanpa memikirkan efek panjang ke depannya.
Terdapat tiga jenis perselingkuhan yang seringkali terjadi, yaitu:

a) Perselingkuhan seksual, yaitu selingkuh dengan berhubungan seksual, dan belum tentu melibatkan perasaan.

b) Perselingkuhan emosional, yaitu selingkuh dengan melibatkan perasaan dan perilaku seperti pasangan.

c) Perselingkuhan emosional dan seksual, yaitu selingkuh dengan berhubungan seksual dan melibatkan perasaan.

Individu yang sedang menjalin sebuah hubungan dan melakukan tindakan perselingkuhan secara terus-menerus, maka dapat dikatakan individu tersebut menderita gangguan mental, khususnya gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian ini dapat dianggap sebagai faktor lain bagi seseorang untuk berselingkuh. Gangguan kepribadian ini, meliputi:

a) Borderline Personality Disorder
Merupakan gangguan kepribadian ambang, di mana individu yang menderita ini memiliki perasaan yang tidak stabil jika menjalin hubungan dengan orang lain, jadi bisa tiba-tiba kelihatan sangat suka, tapi bisa juga tiba-tiba menjadi sangat benci.

b) Narcissistic Personality Disorder
Gangguan narsistik merupakan gangguan yang jatuh cinta pada diri sendiri daripada orang lain, sehingga memiliki rasa tidak puas yang tinggi dan tidak bisa fokus menjalin hubungan pada satu orang saja. Oleh karena itu, kemungkinan penderita narsistik untuk berselingkuh lebih tinggi.

Berdasarkan teori deficit model of infidelity (teori perselingkuhan) penyebab utama seseorang berselingkuh, yaitu adanya rasa kurang puas dalam hubungan, konflik internal, kurangnya komunikasi, tidak terbuka, dan komitmen yang lemah. Dan, berdasarkan kejadian di kehidupan nyata, kecenderungan pria berselingkuh lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini sesuai dengan data penelitian yang mengatakan bahwa pria berselingkuh, karena adanya nafsu seksual, perilaku menuntut, dan faktor situasi. Sedangkan, perempuan akan berselingkuh jika pasangannya abai dan tidak mendapat kasih sayang seperti pasangan lainnya.

Perselingkuhan dapat dicegah jika kedua pihak yang menjalin hubungan dapat bekerjasama dan memiliki keinginan kuat untuk mempertahankan hubungannya. Dibawah ini terdapat beberapa cara untuk mencegah terjadinya perselingkuhan, yaitu:

a) Perkecil kemungkinan pasangan untuk melakukan perselingkuhan, dan hindari masalah-masalah dalam hubungan.

b) Meningkatkan dan menjaga rasa kepercayaan satu sama lain dengan berkomunikasi.

c) Jangan menunda-nunda penyelesaian masalah dan apresiasi serta hargai setiap kejujuran pasangan.

d) Terima apa pun kekurangan pasangan, jika merasa kurang komunikasikan kembali dengan pasangan.

DAFTAR PUSTAKA

Syamsuri, M. V., & Yitnamurti, S. (2020). Perselingkuhan dalam Sudut Pandang Psikiatri. Jurnal Psikiatri Surabaya, 6(1), 48. https://doi.org/10.20473/jps.v6i1.19101


Posting Komentar

0 Komentar