Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Jl. Kertamukti No.5, Cireundeu, Kec. Ciputat Tim., Kota Tangerang Selatan, Banten 15419
Abstract
This study aims to determine the effect of gratitude in improving the welfare of victims of sexual harassment. One of the impacts of sexual harassment is decreased self-confidence, depression, stress, anxiety, and increased fear of criminal acts. This causes a person's welfare to be low, so that individuals tend to feel dissatisfied with their lives, do not feel happy and always feel negative emotional feelings such as anxiety, anger, and disappointment. Therefore, appropriate efforts are needed through grateful intervention. Gratitude or gratitude is a cognitive, emotional and behavioral construct. This is indicated by the recognition of generosity and kindness for the blessings (blessings) received and a focus on the positive in oneself. Meanwhile, as an emotional construct, gratitude is characterized by the ability to change the emotional response to an event to make it more meaningful.
Keywords: Gratitude, welfare, victims of sexual harassment.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasa syukur dalam meningkatkan kesejahteraan terhadap korban pelecehan seksual. Dampak dari adanya pelecehan seksual salah satunya menurunnya kepercayaan diri, depresi, stress, kecemasan, dan meningkatnya rasa takut terhadap tindakan-tindakan criminal. Hal ini menyebabkan kesejahteraan seseorang menjadi rendah, sehingga individu cenderung merasa tidak puas dengan hidupnya, tidak merasa bahagia dan selalu merasakan perasaan-perasaan emosi negative seperti rasa cemas, marah, dan kecewa. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha yang tepat melalui intevensi kebersyukuran. Kebersyukuran atau rasa syukur merupakan konstruk kognitif, emosi dan perilaku. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengakuan kemurahan dan kebaikan hati atas nikmat (berkah) yang diterima dan fokus pada hal positif dalam diri pribadi. Sedangkan, sebagai konstruk emosi rasa syukur ditandai dengan kemampuan dalam mengubah respons emosi terhadap suatu peristiwa agar dapat lebih bermakna.
Kata kunci: Kebersyukuran, rasa syukur, kesejahteraan, korban pelecehan seksual.
Pendahuluan
Pelecehan seksual pada dasarnya merupakan perilaku yang memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang ataupun sejumlah orang, dan tidak disukai atau tidak diharapkan oleh korban sehingga menimbulkan akibat negatif pada korban, misalnya: perasaan malu, tersinggung, merasa terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dll (Supardi & Sadarjoen, 2006). International Labour Organization mengatakan bahwa pelecehan seksual adalah bentuk diskriminasi seksual yang mempengaruhi wibawa perempuan dan laki-laki. Bentuk umum dari pelecehan seksual adalah verbal dan godaan secara fisik (Zastrow dan Ashman, 1989; Kremer dan Marks, 1992), dimana pelecehan secara verbal lebih banyak daripada pelecehan secara fisik.
Para ahli mengatakan pelecehan seksual dalam bentuk verbal adalah bujukan seksual yang tidak diharapkan, gurauan atau pesan seksual yang terjadi terus menerus, mengajak kencan terus menerus meskipun ditolak berkali-kali, pesan yang menghina atau merendahkan, komentar yang sugestif atau cabul, ungkapan sexist terhadap pakaian, tubuh, atau aktivitas seksual perempuan, permintaan pelayanan seksual yang disertai dengan ancaman langsung maupun tidak langsung. Sedangkan, pelecehan seksual dalam bentuk fisik meliputi tatapan sugestif pada bagian-bagian tubuh tertentu, misalnya; melihat payudara, pinggul, atau bagian tubuh lain, lirikan menggoda, serta rabaan yang meliputi cubitan, remasan, mendekap, mencium, serta gangguan seksual lainnya.
Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual
Tong (1984) membagi pelecehan seksual dalam dua bentuk, yaitu:
1) Tipe koersif
Tipe ini mencakup perilaku seksual yang tidak senonoh, yang menawarkan keuntungan atau ganjaran pada subjek yang dituju, atau perilaku seksual yang memberi ancaman kerugian pada subjek yang dituju.
2) Tipe non koersif
Tipe ini merupakan perilaku seksual yang tidak senonoh karena perbuataan yang menjengkelkan atau menyakitkan hati subjek yang dituju.
Faktor yang membedakan kedua tipe pelecehan di atas adalah tujuan utama dari pelaku pelecehan, di mana pada tipe kedua adalah bukan untuk menjadikan perempuan memberikan pelayanan seksual, melainkan hanya untuk menjengkelkan atau menyakitkan hati subjek yang dituju.
Setiap tahunnya kasus pelecehan semakin meningkat dan paling sering terjadi di kota-kota besar, seperti Jakarta. Di Jakarta sendiri kasus pelecehan mengalami peningkatan dengan bertambah hampir 100% (Ruqoyah, 2016). Di Indonesia, yang paling sering menjadi korban pelecehan seksual adalah perempuan, sedangkan pelakunya kebanyakan laki-laki (Sumera, 2013). Dan, biasanya korban pelecehan seksual cenderung diam karena takut menceritakan mengenai peristiwa yang dialaminya. Sehingga, korban lebih memilih untuk menyimpannya sendiri, karena jika diketahui orang lain, maka akan menyebabkan ketakutan akan penolakan dari lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan banyaknya faktor yang menyebabkan korban tidak mau bersuara (speak up) seperti, keadaan yang membuatnya bingung (tidak tahu harus apa dan bagaimana), timbulnya rasa malu, perasaan bersalah pada diri sendiri, serta tidak siap atas sanksi sosial yang seringkali masyarakat dan lingkungan sekitar munculkan sebagai respon atas peristiwa tersebut. Oleh karena itu, korban memilih untuk diam, karena hampir setiap kasus pelecehan yang terjadi, orang lain mengatakan bahwa korban memang harus bersikap seperti itu, korban juga takut jika pelaku mengalami masalah besar sebagai balasan atas perilakunya, dan korban pun takut jika pelaku akan balas dendam.
Dampaknya korban pelecehan seksual akan mengalami perasaan tertekan, stress, cemas, depresi, dan perasaan-perasaan tidak menyenangkan lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa korban pelecehan seksual memiliki kesejahteraan subjektif yang rendah. Kesejahteraan subjektif adalah evaluasi yang dilakukan seseorang mengenai hidupnya meliputi, kepuasan hidup, perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan (Snyder & Lopez, 2007). Dengan melihat kondisi seperti ini, maka perlu dilakukan penanganan secepatnya untuk para korban dapat bangkit kembali. Mereka harus dapat melanjutkan hidupnya dengan lebih baik dan lebih bahagia. Mereka harus lebih optimis dan bersemangat dalam menjalani hidup, tidak boleh terus-menerus berdiam diri dalam keadaan terpuruk. Korban harus bersiap untuk menghadapi masa depan dan mencoba melupakan masa lalu.
Kajian Teori
Kesejahteraan subjektif yang rendah pada korban pelecehan seksual dapat diatasi dengan meningkatkan rasa syukur atas peristiwa yang terjadi di masa lalu, sehingga dapat membangun emosi-emosi positif. Hal ini karena kebersyukuran atau rasa syukur mempunya korelasi positif terhadap kesejahteraan psikologis, kepuasan atas hidup, afek positif, dan mempunyai korelasi negative dengan afek negative. Bersyukur adalah sikap batin yang memiliki efek sangat melegakan, dan sebagai bentuk emosi positif yang kuat. Bersyukur memiliki efek yang sangat bagus untuk kesehatan baik psikis maupun mental, dan dapat membuat hati tenang, serta menangkal perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan (Arif, 2016). Kebersyukuran dalam bahasa Inggris disebut gratitude. Kata gratitude diambil dari akar Latin gratia, yang berarti kelembutan, kebaikan hati, atau berterima kasih. semua kata yang terbentuk dari akar Latin ini berhubungan dengan kebaikan, kedermawanan, pemberian, keindahan dari memberi dan menerima, atau mendapatkan sesuatu tanpa tujuan apapun (Pruyer; Emmons & McCullough, 2003). Kebersyukuran selalu berhubungan dengan pihak lain yang dapat memberikan sesuatu yang bernilai dan bermakna. Pihak lain yang dimaksud disini adalah orang lain, tuhan, maupun alam semesta.
Dalam penelitian lain dinyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pengalaman kebersyukuran dengan aspek kesejahteraan (Gruszeeka, 2015). Syukur merupakan suatu perilaku yang menunjukkan bahwa adanya pikiran dan perasaan yang positif. Dan, sebagai salah satu cara yang tepat dan efektif untuk mengatasi depresi atau perasaan yang tidak menyenangkan akibat dari suatu peristiwa atau keadaan. Dengan bersyukur, maka dapat membantu seseorang dalam mengatasi trauma dan permasalahan hidup. Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti bermaksud untuk mengetahui pengaruh kebersyukuran dalam meningkatkan kesejahteraan pada korban pelecehan seksual.
Metode Penelitian Partisipasi Penelitian
Kriteria dalam subjek penelitian ini adalah;
1) Wanita dan laki-laki korban pelecehan seksual, baik secara verban maupun non-verbal.
2) Usia antara 19-35 tahun.
3) Domisili Jakarta dan Depok.
4) Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 120 sampel dikarenakan keterbatasan waktu dalam meneliti, namun 10 sampel tidak dapat digunakan karena terdapat kerusakan berupa kuesioner yang tidak terisi secara lengkap, dan terdapat kesalahan dalam proses pengisian. Dengan demikian, total sampel yang digunakan adalah 110 sampel.
Alat dan Bahan
Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1) Informed consent sebagai lembar persetujuan subjek yang berpartisipasi dalam penelitian.
2) Skala kesejahteraan dan skala kebersyukuran.
Pengukuran Syukur
Gambar 1. Alat ukur bersyukur versi Indonesia
Pembuatan alat ukur bersyukur versi Indonesia pun dilakukan oleh Ratih Arruum Listiyandini dkk. peneliti dari Universitas Indonesia yang sedang menempuh pendidikan Magister Profesi Psikologi Klinis. Di atas adalah gambar indikator tingkah laku dari bersyukur yang digunakan dalam penyusunan alat ukur berdasarkan koponen bersyukur yang sudah disarikan dari Watkins (2003) dan Fitzgerald (1998).
Setelah dilakukan uji coba terhadap alat ukur tersebut dengan menggunakan penilaian pada Skala Linkert alat ukur bersyukur tersebut mendapatkan 46 item untuk field test dengan koefisien Alpha Cronbach (metode untuk menguji reliabilitas alat ukur) sebesar α = 0.949. Hal ini berarti 90.3% dari varians alat tes ini merupakan true varians dan 9.7% merupakan error varians. Validitas konstruk yang digunakan adalah dengan mengkorelasikan alat ukur bersyukur dengan tes lain, yaitu Satisfaction With Life Scale (SWLS) dan Beck Depression Inventory (BDI). Pemilihan tes-tes lain tersebut berdasarkan pada pernyataan Watkins dkk. (2003) yaitu “Seseorang yang memiliki rasa syukur yang tinggi biasanya merasa bahagia dan puas dengan kehidupannya” yang merupakan pengukuran pada tes SWLS dan berdasarkan pada pernyataan Bono dkk. (2004) yaitu “Bersyukur juga mencegah munculnya emosi depresif” yang merupakan pengukuran pada tes BDI. Nilai korelasi skor bersyukur 46 item dengan SWLS yang diperoleh adalah r = 0.474 (p < 0.01), artinya terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara bersyukur dan kepuasan hidup. Sementara, nilai korelasi skor bersyukur 46 dengan BDI yang diperoleh adalah r = -0.327 (p < 0.01), artinya terdapat korelasi yang negatif dan signifikan antara bersyukur dan depresi.
Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling karena dipilih berdasarkan tujuan penelitian. Teknik yang digunakan adalah teknik snowball sampling dimana satuan pengamatan diambil berdasarkan informasi dari satuan pengamatan sebelumnya yang telah dipilih. Selain itu, teknik ini juga dapat digunakan untuk sampel-sampel yang sulit ditemui karena memiliki tingkat sensifitas yang tinggi seperti korban pelecehan, korban kekerasan, prostitusi, dll.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan memakai skala sebagai alat pengumpulan data. Skala merupakan sejumlah pernyataan tertulis untuk mendapatkan jawaban dari responden. Skala yang digunakan memakai model skala likert dari rentang tertinggi (sangat positif) sampai rentang terendah (sangat negatif) dengan empat kategori jawaban “sangat setuju” (SS), “setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju” (STS).
Hasil Penelitian
Analisis terhadap data pertama dilakukan untuk melihat perubahan skor kesejahteraan antara sebelum dan sesudah adanya intervensi kesejahteraan. Hasilnya menunjukkan bahwa probabilitas t = 0,021, p < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan pada kelompok sebelum dan sesudah intervensi. Sedangkan, dalam analisis data kedua dilakukan untk melihat perubahan pada skor kebersyukuran. Dan, hasilnya menunjukkan bahwa nilai t = 0,034, p < 0,05, hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan pada kelompok sebelum dan sesudah intervensi. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebersyukuran sangat efektif untuk menaikkan kesejahteraan psikologis terhadap korban pelecehan seksual.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari hasil penelitian, maka dapat dikatakan bahwa dengan bersyukur kita dapat mengambil hal-hal positif dalam hidup untuk pegangan di masa depan, sedangkan hal atau peristiwa yang terjadi di masa lalu dijadikan sebagai motivasi untuk menjalani hidup lebih baik lagi, tidak lagi bersedih dengan pengalaman dan peristiwa di masa lalu. Hal ini menunjukkan bahwa kebersyukuran memiliki pengaruh yang positif dengan kepuasan hidup. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara pengalaman bersyukur dengan aspek kesejahteraan (Gruszecka, 2015). Oleh karena itu, dengan bersyukur maka kita dapat membuang hal-hal buruk di masa lalu, dan menerimanya sebagai bagian dari perjalanan hidup yang harus kita lalui.
Adam, W. U. N. Z. & A. (n.d.). Testimoni Kekerasan Seksual: 174 Penyintas, 79 Kampus, 29
Kota. tirto.id. Retrieved June 11, 2020, from https://tirto.id/testimoni-kekerasan-seksual-174-penyintas-79-kampus-29-kota-dmTW
Bahri, S., & Fajriani. (2015). SUATU KAJIAN AWAL TERHADAP TINGKAT PELECEHAN SEKSUAL DI ACEH. Jurnal Pencerahan, 9(1), Article 1. https://doi.org/10.13170/jp.9.1.2491
Devy, O. C., & Sugiasih, I. (2017). KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA REMAJA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM PACARAN DITINJAU DARI RASA SYUKUR DAN HARGA DIRI. 10.
Dwiyanti, F. (2014). Pelecehan Seksual Pada Perempuan Di Tempat Kerja (Studi Kasus Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta). 10, 8.
Evanurul Marettih, A. K., & Wahdani, S. R. (2017). MELATIH KESABARAN DAN WUJUD RASA SYUKUR SEBAGAI MAKNA COPING BAGI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK AUTIS. Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan Jender, 16(1), 13. https://doi.org/10.24014/marwah.v16i1.3561
Febriani, G. A. (n.d.). Pengertian Pelecehan Seksual Menurut Para Ahli. wolipop. Retrieved June 11, 2020, from https://wolipop.detik.com/love/d-4919825/pengertian-pelecehan-seksual-menurut-para-ahli
Hidayat, A., & Setyanto, Y. (2020). Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta. Koneksi, 3(2), 485. https://doi.org/10.24912/kn.v3i2.6487
Israwanda, D., Urbayatun, S., & Hayati, E. (2019). PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA DISABILITAS
0 Komentar