Doktrinisasi Ajaran Agama Islam Perspektif Ajaran Hermeneutika Schleiermacher dan Gadamer

Dani Rizqi Septiadi
 

Doktrinisasi Ajaran Agama Islam Perspektif Ajaran Hermeneutika Schleiermacher dan Gadamer

Latar Belakang

Detik ini, tidak sedikit dari kaum Islam mendoktrinkan dirinya secara mentah pada ajaran-ajaran Islamisasi, sehingga ajaran yang tertuang lebih kepada radikal bahkan liberal. Hal ini bisa dibuktikan dari pandangan-pandangan media sosial yang banyak menciptakan ustadz-ustadz dadakan yang secara pandang dalam perspektif diri lebih mengutamakan judul dibandingkan isi. Dengan maksud, lebih mengutamakan dalam segi mencari muka dengan kata-kata kotor bahkan menjelekkan para ulama lain, sehingga kehadirannya lebih diminati bagi para pengikut dan pembenci yang dijelekkan.

Penulis menulis tulisan ini dari sudut pandang pikiran murni yang tidak sebentar untuk melilit kata mengenai ajaran-ajaran Islamisasi yang kotor. Dewasa ini, ajaran-ajaran demikian tidak lebih disukai, tetapi akan menjadi beban pikiran jika tidak ada pengungkapan kata melalui kritik. Media sosial yang sangat cepat, pesat dalam berkembang, justru memiliki sisi positif bagi mereka untuk penyebaran-penyebaran doktrinisasi ajaran Islam. Hal tersebut akan menjadi bencana adanya ajaran-ajaran sesat yang merasuk ke dalam jiwa, telah terpandang bahwa media sosial tidak hanya bagi kaum dewasa saja, bisa jadi anak belia diam-diam cinta pada ajaran yang menyeleweng tersebut.

Isu mengenai ajaran sesat merupakan ajaran yang seolah lumrah di kalangan agama Islam. Sesuai dengan perkembangan alam pikiran manusia, manusia bisa menciptakan apa saja, bahkan agam baru. Mengenai doktrinisasi ajaran sesat, biasa datang dari bagaimana seseorang menyampaikan dakwah atau ceramah. Sudah di katakan di paragraf sebelumnya, kemudahan menggunakan media sosial dan penyebaran kepada ajaran-ajaran Islam mempermudah untuk berdakwah atau ceramah.

Sampai di sini, kita dipahami mengenai ajaran sesat yang memporak-porandakan ajaran Islam yang sebenarnya. Isu mengenai ajaran sesat yang datang selaras dengan perkembangan teknologi ini tidak bisa dianggap remeh-temeh, agar umat Islam menuju kepada jalan yang sebagai mana adanya dan tidak sungkan membaca buku-buku atau jurnal yang lebih bermanfaat di dalam era teknologi.

Mendengar istilah membaca, Rasulullah SAW menerima wahyu pertamanya dengan perkataan perintah ‘membaca’. Seakan-akan membaca adalah kegiatan yang sangat penting bagi kalangan umat Islam. Membaca menimbulkan nilai pendidikan bagi manusia sehingga doktrinisasi ajaran agama Islam tidak mudah termakan mentah.

Di era sekarang ini, membaca tidak hanya dari kitab suci saja, melainkan banyak isi atau pengetahuan dari setiap ajaran yang manusia bawakan dari zaman ke zaman. Pentingnya umat Islam merelasikan atau menegak ajaran Agama dari perspektif para ilmuwan menguatkan akan pentingnya akal pada bacaan setiap kemampuan kita, sehingga kita menemukan titik terang pentingnya membaca dan menafsirkan ajaran agama Islam.

Dalam ber-agama tidak lepas dari kegiatan tafsir, sama halnya dengan hermeneutika tidak lepas dari kegiatan membaca para pembaca. Hermeneutika merupakan sebuah bahasa dari Yunani, asalnya Hermeneutic yang memiliki arti menjelaskan, menerjemahkan atau mengekspresikan. Bisa diartikan bahwa hermeneutika merupakan sebuah seni dalam menunjukkan ekspresi makna dari suatu kalimat sehingga kita menemukan kalimat yang benar dan sesuai.

Berdasarkan judul dan penjelasan yang sudah tertera, tidak sedikit doktrinisasi ajaran agama Islam dengan kata lain darurat akan kesesatan, sehingga penulis akan menghubungkan pentingnya hermeneutika dari dua sudut tokoh, yaitu Schleiermacher dan Gadamer.

Pembahasan

Dengan hermeneutika, kita disarankan kepada pelampauan batasan-batasan teks, agar mengetahui makna asli dari teks tersebut. Di dalam Al-Qur’an misalnya, untuk mengetahui isi teks, kita disarankan untuk mengetahui bahasa Arab terlebih dahulu karena isi Al-Qur’an seluruhnya bahasa Arab, agar pengetahuan makna akan lebih akurat dan ketika kita akan menganalisis sebuah teks.

Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher telah membagi dua pandangan hermeneutika, yaitu gramatis dan psikologis. Hermeneutika gramatis memiliki inti pembahasan lebih kepada teks, artinya setiap perbuatan manusia khususnya di dalam lingkup keagamaan tidak memandang sekadar dari lisan melainkan juga kepada teks. Untuk memahami teks diperlukan beberapa ilmu, seperti bahasa untuk menjelaskan isi dari kandungan teks.

Hermeneutika psikologis, hermeneutika ini memaparkan mengenai tidak hanya dari kandungan teks, tetapi juga kepada psikologis pengarang dari sebuah teks. Bagaimana teks tersebut bisa tertulis atau dengan pikiran apa dan kausalitas apa sehingga penulis memikirkan hal tersebut. Psikologis ini tidak dapat sepenuhnya merangkai isi dari Al-Qur’an karena tidak bisa memahami secara menyeluruh psikologis Allah SWT.

Schleiermacher mencerna hermeneutika sebagai seni memahami atau the art of understanding (Fatah, 2017) bahwa hermeneutika sebagai kepiawaian mengenai seni dilansir dari kegiatan tersebut. Pemahaman mengenai seni sebagai mana kita mencintai bahwa doktrin-doktrin yang tiba-tiba merasuki jiwa secara mentah. Seni memahami datang untuk tidak tergesa-gesa, agar doktrin sebaiknya kita ajarkan terlebih dahulu dengan maksud menjabarkan melalui hermeneutika dari perspektif Schleiermacher.

Tidak hanya seni memahami ajaran-ajaran tertentu, melainkan juga memahami siapa yang mengucapkan. Mengapa ia mengucapkan ajaran demikian, ditelusuri terlebih dahulu, sehingga tidak asal-asalan kita masukkan ke dalam naungan jiwa.

Hans-Georg Gadamer, pria kelahiran 1900 di Marburg, berbeda pengertiannya dengan Schleiermacher. Dengan hermeneutika Gadamer, seluruh teks bacaan ketika dipahami, ditafsirkan bahkan diajak diskusi maka entitasnya akan hidup. Pemahaman dilakukan dengan pengungkapan sehingga penemuan akan hal baru secara tidak sadar akan ditemukan.

Lebih luas, dari teori hermeneutika Gadamer, membaca dan memahami sebuah teks pada dasarnya adalah melakukan dialog dan membangun sintesis dari teks-teks, pengarang dan pembaca. Dari tiga aspek ini, seluruhnya harus saling kuat menguati, agar pemahaman mengenai teks atau ucapan tidak melarat dari segi pemahaman.

Konjungsi hermeneutika Gadamer, memberikan kepada nilai doktrinisasi agama Islam bahwa setiap dakwah atau teks yang terlontar di berbagai media, jangan dilahap secara tidak matang. Pengetahuan mengenai teks, pengarang dan pembaca, harus diketahui lebih ringkas agar kematangan yang kita miliki lebih pantas dinikmati dalam segi ajaran-ajaran moral.

Kesimpulan

Mengenai tulisan yang penulis buat sebagaimana adanya. Diharapkan baik menggunakan teori hermeneutika Schleiermacher ataupun Gadamer itu hampir sama dalam memahami doktrinisasi ajaran agama Islam. Tinggal bagaimana kita menyikapi kehidupan yang beragama, karena seluruh jiwa dan alam raya itu berkembang dalam naungan pikiran maupun perbuatan, sehingga hermeneutika datang untuk menyikapi di zaman yang serba instan untuk pikiran ke-agama-an.

DAFTAR PUSTAKA

Fatah, A. (2017). Keberkahan Al-Aqsha Perspektif Hermeneutika Schleiermacher. Jurnal Penelitian, 14(1), 1–22.

Strategi Pendidikan Agama Islam pada Pembelajaran Akidah “Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Aliran Sesat” | Elkarimah | SAP (Susunan Artikel Pendidikan). (n.d.). Retrieved June 2, 2022, from https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/SAP/article/view/1729/1342

View of Filosofi Kafir dalam al-Qur’an. (n.d.). Retrieved June 2, 2022, from http://tashwirulafkar.net/index.php/afkar/article/view/25/10

View of HERMENEUTIKA GADAMER DAN RELEVANSINYA DENGAN TAFSIR. (n.d.). Retrieved June 2, 2022, from https://www.journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/fa/article/view/782/602

View of Kajian Ajaran Sesat dalam Pengajian Islam: Satu Sorotan. (n.d.). Retrieved June 2, 2022, from http://mojem.um.edu.my/index.php/JUD/article/view/5411/3192



Posting Komentar

0 Komentar