Persahabatan Menurut Etika Nicomachean

Alva Rizky
 


Aristoteles adalah filsuf Yunani yang merintis konsep etika Nikomakea, terpengaruh oleh pemikiran gurunya, Sokrates dan Plato. Dalam karyanya ini, yang menjadi dasar perhatiannya terletak pada etika kebajikan dan karakter moral meliputi: ketentraman, rasa bahagia, dan ketenangan. Bagi Aristoteles, hal yang menjadi tujuan akhir manusia ialah mencapai Eudaimonia (Kebahagiaan). Setelah tercapainya tujuan hidup tersebut, manusia tidak memerlukan apapun lagi.

Untuk mencapai kebahagiaan itu, etika Nikomakea menekankan agar manusia perlu menjadi orang yang baik dalam karakter dan tindakannya. Aristoteles meyakini bahwa orang yang berkarakter baik menginginkan kebahagiaan, ini menjadi hal yang final dan puncak dalam kehidupan manusia. Akhir perjalanan kebaikan terletak pada kebahagiaan.

Dalam etika Nikomakea, sebagai salah satu bentuk mencapai Eudamonia juga terletak pada Persahabatan. Secara umum, kita tahu manusia merupakan makhluk sosial, terdapat relasi antara manusia satu dengan lainnya dalam kehidupan yang mereka jalani. Namun, sedikit banyaknya manusia untuk mencapai relasi yang lebih intim ke persahabatan itu cukup sukar untuk digapai bagi sebagian orang. Untuk itu sebelum menggapai persahabatan, hal yang perlu diperhatikan yakni terletak pada “diri sendiri” sebagai prasyarat dalam persahabatan.

Prasyarat dalam persahabatan yang dimaksud Aristoteles adalah manusia perlu mencintai diri sendiri. Ketika manusia tidak mencintai dirinya sendiri, ia merupakan orang yang hina dan jahat. Tentu, ini menimbulkan pertanyaan kembali, bagaimana seseorang dapat mencintai dirinya sendiri? Seperti yang dijelaskan oleh Aristoteles, karena tujuan hidup adalah kebahagian, berarti menurutnya kunci Bahagia itu terletak pada karakter baik. Terbentuknya karakter yang baik dalam Etika Nikomakea manusia perlu imitasi, kemudian internalisasi yang akan membentuk aksi, selanjutnya akan menciptakan Kebiasaan (habit), kebiasaan tersebut akan mencirikan dan membentuk karakter baik pada manusia.

Ketika manusia telah mencintai diri sendiri, kemungkinan untuk memiliki sahabat akan jauh lebih mudah didapatkan. Sebab bagi Aristoteles “Persahabatan adalah satu jiwa yang tinggal dalam dua tubuh”. Adapun maksud ia sahabat dapat dikatakan sebagai diri yang kedua. Adapun Persahaban disebut sebagai “Arena Kebaikan”. Demikian yang tertulis dalam etika nikomakea:

Persahabatan adalah kebajikan atau mengandung kebaikan dan merupakan keniscayaan hidup. Tidak ada seorangpun yang bisa hidup tanpa sahabat, meskipun dia memiliki semua kebaikan yang lain. Bahkan seorang yang kaya dan mereka yang punya jabatan tinggi, tampaknya lebih memerlukan sahabat. Apa gunanya kemakmuran kalau tidak ada kesempatan untuk kebaikan, yang ditujukan kepada seorang sahabat?

Persahabatan sebagai arena kebaikan, demikian yang dimaksud Aristoteles, sejatinya dasar persahabatan bukan pada rasa untuk segala sesuatu, melainkan hanya terhadap yang layak disukai, yaitu baik, yang menyenangkan dan yang berguna. Untuk itu, Ketika manusia telah mencintai dirinya dan membentuk karakter baik dalam dirinya, manusia akan cenderung akan terus menerus menginginkan hal yang baik dalam hidupnya, sebab itu adalah ihwal yang berguna dan begitu menyenangkan untuk kejiwaan. Bahkan seorang yang memiliki segalanya justru memerlukan sahabat karena bisa dikatakan orang yang punya kekayaan melimpah, popularitas, jabatan tinggi, lebih rentan untuk dimanipulasi dan merasa kesepian, sehingga relasi pertemanan yang terjalin hanya sebatas pada kepentingan bukan pada hal yang baik.

Hal demikian telah dikategorisasi oleh Aristoteles. Dalam bukunya tersebut ada dua golongan dalam persahabatan:

•PERFECT FRIENDSHIP

Bisa dikatakan level ini merupakan tertinggi dalam persahabatan. Tingkat ini terjadi relasi persahabatan tanpa pamrih, dasarnya pada kebaikan dan setara. Tentu ini menimbulkan kebermanfaatan dan kesenangan.

•IMPERFECT FRIENDSHIP

Sedangkan tingkat ini, persahabatan yang terjalin cenderung tidak setara dan kerap ada pamrihnya. Namun, menurut Aristoteles tipe ini masih dapat ditingkatkan ke bentuk yang sempurna

Kembali, Aristoteles membagi tiga jenis sahabat dalam kehidupan. Persahabatan memiliki tujuannya masing-masing dan ini seringkali ditemukan dalam relasi sosial manusia. Persahabatan memiliki motif yang didasarkan pada kesenangan (bersahabat hanya untuk kesenangan), keuntungan (bersahabat hanya untuk manfaat untung) dan kebaikan (bersahabat karna baik).

Persahabatan yang berdasar pada virtue (kebajikan) cenderung akan lebih lama bertahan. Persahabatan yang terjalin dengan tujuan ini tentu akan mendapatkan kesenangan dan kebermanfaatan. Untuk motif lainnya memungkinkan untuk bertahan seperti motif kesenangan dan menurut Aristoteles akan memungkinkan mencapai ke Perfect friendship. Jika dalam motif keuntungan ini yang sukar untuk bertahan, ketika tujuan tersebut telah terpenuhi rasa pertemanannya akan terkikis dan kemudian hilang. Dalam frasa populernya berteman cuma cari untungnya saja.

Mencari teman itu tentu mudah dilakukan, tetapi menjadi sahabat itu memerlukan “proses” layaknya seperti buah yang matang dan itu membutuhkan proses dan perlahan lahan. Dalam hidup, kita tidak perlu membutuhkan teman yang banyak, sedikit itu juga cukup, namun dalam pertemanan yang perlu kita perhatikan itu memang teman yang baik dalam hidup sehingga kesenangan dan kebermanfaatan juga dapat dirasakan bersama-sama. Seperti frasa lama dari Aristoteles:

A Friend to All is a Friend to None. -Aristotle

Kita tidak mampu bersahabat kepada semua orang, yang dimana ketika itu coba dilakukan justru kita tidak akan mencapai persahabatan kepada siapapun. Bukan berarti kita tidak bisa berteman pada semua orang, tentu saja bisa, berteman itu memungkinkan untuk terjadi. Namun, mencapai pertemanan sejati (Persahabatan) membutuhkan proses dan maknanya tentu berbeda dengan pertemanan secara umum.

Secara umum berteman berarti memperlakukan dengan baik, menyapa mereka dengan senyuman, dan terbuka bagi orang lain. Jika dalam lingkup persahabatan, itu lebih intim dan cenderung memilih satu orang diatas yang lainnya untuk berbagi kisah, rahasia, berada dimasa-masa sulit bersama dan kerap menjanjikan kesetiaan. Sehingga, persahabatan yang dimaksud oleh Aristoteles, Persahabatan itu kita memberikan cinta (Philia) bukan cinta (Eros) sebagai satu hubungan yang saling mengakui, saling suka, dengan niat dan tujuan yang baik. Namun, ketika ia memiliki banyak sahabat tentu akan memicu konflik, untuk itu seseorang hanya mungkin memiliki satu teman sejati dalam hidupnya dan tidak mungkin lebih dari satu. Justru jika ia bertindak menjadi teman sejati anda dan disisi lain ia juga bertindak yang sama terhadap orang lain dengan menjadikan orang-orang sebagai teman sejatinya atau menjadi sahabatnya, perlunya berpikir baik baik untuk kembali mempercayainya sebab kesetiaan adalah bagian yang besar dalam persahabatan.

Mungkin jika kembali berbicara tentang kesetiaan ini, jika ambil relasi lain layaknya pada ranah seperti cinta terhadap kekasih, seseorang tidak memungkinkan mencintai orang lain disatu sisi ia terikat dalam hubungan asmara terhadap pasangannya. Tentu, ini memicu konflik dapat dikatakan selingkuh. Begitupula dalam cerita-cerita dalam film kerajaan, seorang ksatria tidak memungkinkan untuk mengabdi pada dua tuan atau raja, karena ia akan dicap sebagai penghianat, dan terakhir dalam hal keyakinan tuhan, seseorang tidak memungkinkan memiliki dua keyakinan tuhan, dimana akan terjadi pertentangan ajaran. Kembali pada persahabatan, seseorang tidak mungkin memiliki dua sahabat karena sahabat hanya satu-satunya dan tak mungkin tergantikan.



Posting Komentar

0 Komentar