Cinta sebagai Metafora Kebenaran

Bumba
 


Untuk berada pada pengalaman merasakan cinta, kita harus sepakat atas konsepsi cinta dari pemahaman kita mengalami cinta itu sendiri. Dalam In Praise of Love yang ditulis oleh Alain Baidou, terdapat gagasan bahwa ada tiga prinsip yang berkenaan dengan cinta. Pertama, tafsir romantis yang berfokus pada ekstasi bertemu. Kedua, interpretasi berdasarkan perspektif komersial atau legalistik (cinta pada akhirnya harus berupa kontrak). Kontrak yang terjalin yaitu antara dua individu yang sepakat untuk saling mencintai. Dalam hal ini, mereka tidak pernah melupakan kesetaraan dalam hubungan yang diperlukan, sistem saling menguntungkan, dll. Terakhir, terdapat interpretasi skeptis yang mengubah cinta menjadi ilusi (Alain Badiou, 2012). Cinta tidak dapat direduksi menjadi salah satu dari perkiraan ini dan merupakan pencarian terhadap kebenaran. Kebenaran yang dimaksud yaitu berkaitan dengan sesuatu yang cukup tepat; dunia seperti apa yang dilihat seseorang yang mengalaminya dari sudut pandang dua dan bukan satu. Seperti apa dunia ketika dialami, dikembangkan dan dijalani dari sudut pandang perbedaan dan bukan identitas? Pada kenyataannya, dalam cinta, hidup kita ditantang oleh perspektif perbedaan.

Pandangan tentang cinta yang seperti ini tidak jauh dari perspektif Emmanuel Levinas, yaitu bahwa orang yang jatuh cinta mengalami dalam diri orang yang tidak dicintainya, yaitu sebuah kualitas yang berbeda dari yang lain. Namun, dalam visi Levinas ini, terdapat sedikit perbedaan; pertama, cinta melibatkan pemisahan atau keterputusan berdasarkan perbedaan sederhana antara dua orang dan subjektivitas mereka yang tak terbatas. Cinta tetap memastikan bahwa dua sosok, dua interpretasi yang berbeda, sikap ditetapkan dalam oposisi; cinta melibatkan dua; kedua, cinta hanya dapat mengambil bentuk yang berisiko atau bergantung. Cinta selalu dimulai dengan perjumpaan, perjumpaan ini dapat kita katakan sebagai status quasi-metafisik dari suatu peristiwa, yaitu sesuatu yang tidak masuk ke dalam urutan hal-hal yang langsung. Romeo dan Juliet merupakan alegori yang luar biasa untuk menggambarkan cinta karena keduanya berada pada kelas, klan, atau kelompok yang berbeda. Kekuatan yang dimiliki oleh cinta seperti ini menunjukkan bahwa cinta dapat membelah secara diagonal melalui oposisi yang paling kuat dan pemisahan yang radikal. Pertemuan antara dua perbedaan adalah sebuah peristiwa, kontingen dan membingungkan. Kebingungan tersebut merupakan awal untuk proses mengenal cinta karena terdapat keterkejutan yang menjadi proses pengalaman mengenal dunia. Cinta bukan hanya tentang pertemuan antara dua orang; cinta adalah konstruksi (kehidupan yang sedang dibuat), tidak lagi dari perspektif satu, tetapi perspektif dua. Cinta adalah dua adegan. Hal menarik dari cinta adalah masalah durasi dan proses, dan bukan hanya titik awal, “perjumpaan”.


Posting Komentar

0 Komentar