|seiring perkembangan zaman, pemikiran mengenai politik, negara, maupun system pemerintahan pun kian beragam. Mulai dari zaman Yunani Kuno hingga ke masa sekarang, terdapat banyak perubahan system pemerintahan serta dinamika politik yang menyebar dengan luas dengan pemikiran dan paham masing-masing. Konsep mengenai negara, pemerintahan, dan politik pun kian berkembang terlebih di zaman Renaisance yang memberi pengaruh besar terhadap perubahan politik hingga saat ini. tentunya segala pemikiran atau ide-ide politik yang sejak dahulu berkembang hingga sekarang didasari oleh landasan filosofis yang memiliki berbagai macam aliran.
Awal abad-17 menjadi gerbang dalam menemukan metode untuk mengkaji tatanan social dan politik dalam rasionalisme. Tentunya hadir memiliki dasar mematahkan prinsip doktin tradisional menuju antroposentris. Rene Descartes mengawali gerakan intelektual ini, walaupun ia tidak menulis risalah mengenai filsafat politik, tetapi cara baru dalam memandang realitas akan pengetahuannya mempengaruhi pemikiran politik selama beberapa decade berikutnya.
Perkembangan ilmu modern sejak renaisnans tidak hanya disambut baik oleh rasionalisme namun juga emprisme yang beranggapan pengetahuan tidak hanya diperoleh secara apriori (mendahului pengalaman) melainkan secara aposteriori (melalui pengalaman). Thomas Hobbes sebagai salah satu perintis dalam empirisme Thomas Hobbes meyakini pengalaman entah yang bersifat inderawi atau batiniah menjadi fondasi dalam gambaran utama yang memiliki tujuan yang sama seperti rasionalisme untuk mendobrak cara berpikir yang kolot.
Dalam mengenai negara dan politik. Konsep kekuasaan negara terdapat pada risalah yang ia tulis melalui “Leviathan” yang diterbitkan tahun 1651. Dalam karya tersebut, Thomas Hobbes mengagas ide mengenai konsep kekuasaan negara yang menjurus kearah pemerintahan yang absolut secara umum, baik oleh monarki, kediktaktoran, atau parlement. Pondasi ini menurutnya, negara memiliki kekuasaan penuh terhadap rakyatnya. Hobbes menyadari bahwa teori negara harus didasarkan oleh watak manusia. Dalam hidup yang dilingkupi suasana malapetaka akan perang memberinya kesan yang mendalam yang menjadi dasar bahwa pengalaman sejarah itu membuat hobbes meminati masalah sosial.
Ia mengibaratkan negara sebagai Leviathan, yaitu sejenis monster (makhluk raksasa) yang ganas, bengis dan menakutkan yang dikisahkan dalam Perjanjian Lama. Negara kekuasaan sebagai Leviathan menimbulkan rasa takut kepada siapapun yang melanggar hukum negara dan bila warga negara melanggar hukum, maka negara sebagai perwujudan Leviathan perlu menindak tegas bahkan hukuman yang berujung pada kematian. Negara perlu menjadi kuat, bila negara lemah akan mencuat berbagai kekacauan, seperti anarkis, perang dan mengakibatkan kekuasaan negara terbelah. Sehingga Hobbes beranggapan bahwa negara seperti itu adalah bentuk negara terbaik.
The State of Nature dalam gambaran Hobbes
Manusia tidaklah bersifat kooperatif hobbes mengatakan bahwa dasarnya manusia begitu egois yang cenderung bersikap memusuhi dan mencurigai manusia lainnya “Homo Homini Lupus” (Manusia adalah serigala bagi sesamanya). Memicu pertanyaan bagi Hobbes, seandainya memang manusia sebagai serigala bagi manusia lain bagaimana mungin bermasyarakat itu dapat terjadi diantara makhluk-makhluk keji, bengis dan buas? Sebab konflik yang terus-menerus, persaingan yang brutal dalam meraih kekuasaan dan kedudukan, dan keadaan perang. Semacam itu hanya menciptakan arah yang mendorong terjadinya “bellum omnium contra omnes” yang secara harfiah dari setiap orang melawan orang lain.
Dalam keadaan asali ini (the state of nature) individu bebas melakukan apa saja yang diinginkannya untuk melangsungkan kehidupannya dan mempertahankan dirinya. Dan keadaan asali ini yang oleh Thomas Hobbes dijadikan refleksi dari hubungan antarmanusia ketika tidak ada kekuasaan politik yang berdaulat, tidak ada hukum yang legal atau moral yang mengatur tindakan manusia. Untuk itu, manusia-manusia mengadakan sebuah perjanjian Bersama atau social kontrak untuk mendirikan negara, yang mengharuskan mereka untuk hidup dalam perdamaian dan ketertiban.
Thomas Hobbes berpendapat bahwa manusia butuh negara untuk memonopolikan pengguanaan kekerasan. Negara ini hanya memiliki hak-hak atas rakyat untuk melaksanakan norma-norma dan ketertibannya dan tidak memiliki kewajiban, maka bersifat absolut. Dengan istilah Leviathan digambarkan bahwa negara seperti monster raksaksa purbakala yang hidup di lautan. Namun, dalam melihat sampul buku itu dilukiskan bukan sebagai monster laut purbakala, melainkan sebagai manusia raksaksa yang terdiri atas banyak manusia kecil.
Ajaran sosial dari Thomas Hobbes ini terkait dengan absolutism negara mendukung monarkisme. Hobbes mendukung bahwa raja harus memiliki kekuasaan mutlak atas rakyatnya. Baginya, demokrasi itu merupakan system yang lemah dan mudah keropos, serta hanya bisa di lakukan di negara-negara kecil. Dalam negara yang besar, pemerintah haruslah absolut agar tidak terjadi kekacauan dan ketidakstabilan politis. Menurut Hobbes raja haruslah seorang yang kuat dan memaksakan kehendak kehendaknya secara efektif.
Dewasa ini, secara percuma masyarakat tentunya mengecam teori absolutism hobbes. Banyak negara yang menyuarakan demokrasi dan menolak absolutism, tetapi dalam praktik diam-diam melainkan mewujudkan simflikasi dari teori hobbes itu dalam berbagai bidang aspek kehidupan social politik. Kritik terhadap teori Hobbes ini memiliki banyak sisi yang kurang relevan untuk diterapkan pada kondisi saat ini, tentunya hal semacam ini telah dianggap sebagai hal yang arkais dan dapat menuai kecaman terlebih mengenai pendapatnya bahwa negara haruslah memiliki pemerintahan yang absolut sehingga negara berkuasa dengan efektif dan memiliki wewenang kehendak secara absolut, akan tetapi hal ini juga dapat menimbulkan anarki yang ditimbulkan oleh kekuasaan negara itu sendiri jika mengadopsi pemikiran Hobbes akan konsep negara dalam kekuasaannya.
Biografi Singkat
Thomas Hobbes, lahir 5 April 1588 di Malmesbury/Westport. Ia merupakan filsuf dan teorisisasi politik. Ia menyelesaikan studi di Oxford ia menjadi tutor serta melakukan perjalanan ke kota kota Eropa. Ia sempat berkontak dengan Galileo dalam diskusi filosofis tentang sifat gerak. Yang selanjutnya menarik minatnya ke pemahaman social politik. Ia melarikan diri ke Paris selama 10 tahun, karena dituduh sebagai ateis atas karya-karyanya yang dianggap immoral. Selama disana ia menulis karyanya yang paling terkenal, Leviathan (1651), di mana ia berusaha untuk membenarkan kekuatan absolut penguasa berdasarkan kontrak social. Karya-karyanya dianggap sebagai pernyataan penting dari ide-ide liberalisme yang baru lahir serta asumsi lama tentang karakteristik absolutisme pada masa itu.
Referensi
Britannica, The Editors of Encyclopedia. "Thomas Hobbes summary". Encyclopedia Britannica, 29 Apr. 2021, https://www.britannica.com/summary/Thomas-Hobbes. Accessed 5 February 2022.
Hardiman, F. Budi. (2019) Pemikiran Modern dari Machiavelli sampai Nietzche. Yogyakarta: PT Kanisius.
Schmandt, Henry J. (2015) Filsafat Politik: Kajian Historis dari Zaman Yunani kuno sampai zaman modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
0 Komentar