Misalkan Kita Adalah Cerita yang Enak Dibaca

 Senandika - Imam Farx - Misalkan Kita Adalah Cerita yang Enak Dibaca

Misalkan kita adalah cerita yang enak dibaca

Sebelum melanjutkan, terlebih dahulu maafkanlah saya misalkan cerita ini tidak enak dibaca. Sudah lama saya rehat menulis, bercerita bukanlah hal mudah, lebih-lebih menjalani cerita. Tapi saya tertarik untuk kembali mencoba, berbekal kebingungan dan ketidakpastian saya mengijinkan cerita ini untuk dimulai. 

Misalkan Kita Adalah Cerita yang Enak Dibaca

Tepat pada saat itu, kau pasti tidak tahu, saya melakukan kecurangan ketika menyusun permulaan cerita, memulai semuanya di belakang jendela. Saya mengendap-endap dan tanpa sepengetahuanmu saya jatuh cinta duluan. Memang terkesan menggelikan, betapa pria berumur seperti saya masih saja menyebut-nyebut asmara, alih-alih mencukur kumis malah sibuk merindukanmu. Namun mau bagaimana lagi? Perasaan ini bukanlah kelinci yang setelah dilepas pasti hilang. Awalnya saya memutuskan tinggal sepuluh menit lebih lama setiap hari, lima menit saya gunakan untuk mencermati wajahmu, lima menit sisanya untuk mempelajari mengapa senyumanmu begitu enak dipandang. Apakah cukup dengan 10 menit? Tentu saja tidak, saya pergi tidur lebih awal. Jika tidak memimpikanmu, saya kecewa.

Bagaimana? Apakah cerita ini sudah enak dibaca? Saya rasa belum

Saya menemukan sebutir kepala di pagi hari, matanya masih terlihat mengantuk, bibirnya terus bergumam seolah-olah ingin mengatakan sesuatu tetapi sedikit sungkan. Tubuhnya masih menggeletak di tempat lain. Tidak berdaya, sungguh. Entah apa yang membuat pikiran dan hatinya terpisah sedemikian rupa, saya tidak menyelidiki lebih jauh. Jika kau berpikir bahwa itu mengerikan, saya katakan bahwa itu belum seberapa. Masih ada hal aneh berikutnya, kau pasti sulit percaya. Ketika isi kepala dan hati tersebut ternyata sama, yakni dirimu, kepala dan tubuh sontak menyatu untuk bangun mengejarmu. Kau jangan lari, pahamilah sebagai keselarasan antara rasa cinta, pikiran, dan tindakan. Jangan takut, ini hanya pengejaran, saya tidak akan memangsamu, paling mentok saya hanya akan berlutut, mengulurkan segulung bunga lalu bertanya “Tidakkah kau capek?”.

Sudahkah cerita ini enak dibaca? Saya rasa belum

Mari kita selidiki lebih dalam lagi, alasan yang pasti harus segera dikumpulkan. Ambil sebanyak mungkin hati saya, sampai pada akhirnya kau hanya akan menemukan satu. Silakan diamati cermat-cermat, bedah semaumu, dedah sepuasmu. Saya hanya akan diam, pastikan hasil akhirnya memuaskan. Jika ditemukan nama selainmu, maka penelitianmu mengalami kesalahan.

Tetapi, sudahilah. Jangan selalu kau menjadikan saya kelinci. Jantung ini bukan alat untuk menguji coba seberapa mendebarkan senyumanmu. Bahkan saat kau di depanku, saya ingin bersimpuh minta ampun supaya wajahmu jangan terlalu manis.

Jadi, inikah cerita yang enak dibaca? Saya rasa membosankan

Jika kau merasa cerita ini menjenuhkan, saya pun sepakat. Sebagai pelaku cerita, saya hanya menulis kronologi yang telah terjadi. Jadi, mari kita menjenguk sebentar beberapa kenangan, mungkin disana dapat kutatap lagi matamu yang bahagia tatkala melihat saya menyayangimu.

Sore ditutup membara, cukup bercahaya. Saya membuka beberapa pertanyaan untuk malam yang akan datang. Jauh di depan, saya melihat bahwa hari-hari tak akan seperti malam, tak akan sunyi, tak akan mencekam, tidak akan hitam.

Malam ditutup kelabu, cukup bercahaya. Saya membuka beberapa kemungkinan. Berlembar-lembar skenario selalu minta diperhitungkan. Selalu tetang dirimu, selalu tentang estetika mutlak pada engkau, tetang hari-hari yang membara, tentang kau yang bercahaya, tentang senyum yang berbahaya.

Bagaimana? Apakah cerita ini sudah agak enak dibaca? Saya rasa belum

Seikat bunga mengajak saya bercakap-cakap tentang apa saja. Ia memulainya dengan tebak-tebakan. Pertama, ia bertanya tentang pengertian gravitasi, entah apa artinya, saya hanya teringat kenyataan bahwa saya selalu melompat dan jatuh ke bumi, selalu kemana-mana dan jatuh ke dekapanmu. Kedua, ia bertanya tentang telekomunikasi, entah apa defininisnya, saya hanya teringat kejadian yang rutin terjadi tiap dua menit sekali, tentang ponsel yang selalu kuperiksa apakah pesanmu sudah tiba. Ketiga, ia bersiap kembali bertanya, tetapi kali ini tentang hal yang sangat serius. Saya buru-buru menyela, merogoh ponsel dan menyodorkan fotomu. Saya tak ingin repot, apa pun yang akan ia tanyakan, saya sudah memberikan jawabannya.

Masih bingung? Mari kita buat cerita yang enak dibaca

Saat ini, huruf-huruf yang saya miliki sedang dikepung sipir-sipir menjengkelkan. Dijaga ketat seolah-olah mereka adalah pelaku kriminal, sekeliling mereka diawasi anjing-anjing ganas yang siap mengoyak lutut apabila nekat berbuat banyak. Negoisasi telah dilakukan selama 36 jam, namun belum mencapai hasil yang memuaskan. Beberapa upaya yang lain juga telah saya lakukan. Beberapa serangan paksa sudah dikerahkan namun selalu terpukul mundur. Situasi saat ini benar-benar mengerikan, saya bukan hanya kalah namun juga menjadi tawanan. Saya tidak tahu kapan persisnya akan kembali menghirup udara bebas. Saya dikurung dan diperdaya bersama huruf-huruf yang sudah lemas. Di sela-sela situasi putus asa ini, saya tetap berusaha melanjutkan cerita. Tetapi, kau harus tahu, saat ini jumlah huruf yang dapat saya gunakan juga telah dibatasi. Jatah penggunaan hari ini sudah hampir habis, jumlah huruf terakhir yang dapat ditulis tersisa 8 karakter, saya memanfaatkannya untuk menulis I Need You.

Apakah sudah? Ya, saya rasa cerita kita memang belum enak dibaca

Berjuanglah selalu, jangan menyerah, cerita yang enak dibaca selalu membutuhkan upaya, menuntut perjuangan yang tertib, memerlukan kita.

Dengan kebingungan dan ketidakpastian, cerita yang dimulai tak mengijinkan saya selesai.

 

Pesan penulis kepada pembaca:
“Pejamkan mata Anda, ingat-ingat, cerita yang enak dibaca ada di situ” 

Baca juga: Senandika - Dimensi Ketika Kau Hadir

/GCL

Posting Komentar

0 Komentar