Dimensi Ketika Kau Hadir

Imam Farx


Pernahkah kau terbangun di suatu pagi dan menemukan bahwa dunia seolah-olah sudah berbeda? Sulit untuk menguraikan kemungkinan satu persatu, Kau hanya akan terhujam ratusan pertanyaan untuk menjawab mengapa hal demikian dapat terjadi. Itulah yang memenuhi pikiran saya beberapa waktu belakangan. Dunia masih sama seperti kemarin. Matahari tetap terbit di timur, air tetap mendidih di suhu 212 derajat Fahrenheit, dan manusia tetap bernapas dengan oksigen. Tidak ada yang berbeda, kecuali suasana hati, degup jantung yang berkejaran ketika menemukanmu, dan hari yang berlangsung seperti kunjungan ke padang bunga (damai, berlingkung keindahan dan suka-cita tanpa banding).

Hal-hal yang penuh warna telah menjalari sekujur pertahanan diri, mengambil alih pikiran dan merangsek masuk ke inti mimpi. Seakan-akan tak senang membiarkan saya tersadarkan diri, senyumanmu layaknya bunga lily;  racun yang cantik. Sembari berjalan, saya menghirupnya. Sembari merindukanmu, saya lumpuh lalu terjatuh. Periksalah genggaman tanganmu, kemarin saya menjatuhkan ‘aku’ di sana.

Telah tiba hari yang kau nantikan. Kau tahu, hal-hal semestinya terbaharui seiring bertambahnya usia, sejalan merangkaknya waktu. Hari-hari adalah halaman buku, pikiran adalah pena, sedangkan hati pensil-pensil warna. Di tanganmu kisah hidup berlangsung. Tempat tinggal bagi masa depan adalah perjuangan. Rumah bagi cita-cita adalah keyakinan dan kegigihan, bahan bakarnya adalah harapan dan ketabahan. Tiup lilin ulang tahunmu, padamkan yang tidak menyenangkan dari masa lalu. Namun, nyalakanlah lagi satu lilin, untukmu, hanya untukmu sendiri; apa pun yang terjadi jangan biarkan siapa pun mengganggu dan meniupnya, sebab api semangat sebisa mungkin tak pernah padam.

Semesta menghadirkanmu seperti angin segar dan hujan yang mengakhiri paceklik paling purba. Dunia kecil saya tak lagi tandus dengan ornamen-ornamen monoton. Bunga dan pohon-pohon mulai tumbuh di sekeliling pagar, embun bening mulai muncul di atas mereka ketika pagi terbuka. Awal pagi adalah jendela yang dibuka. Bukan lagi hamparan gersang yang selalu terlihat di baliknya, kini berganti dengan hamparan sabana. Malam adalah jendela yang tertutup. Bukan lagi gelap membosankan yang tampil sebelum mata terpejam, kini tertabur lusinan bintang, dan jika sedang beruntung maka bulan sabit. Semua ini terjadi karena siapa lagi kalau bukan karena kamu? Hari-hari indah saya ini, kau tahu? Kaulah biang keroknya!

Ini adalah penghujung tulisan. Hal-hal seperti halnya ungkapan yang ditulis dengan sandi morse. Akan terlampau panjang bila semua musti ditulis hari ini. Pada intinya, saya ingin bicara bahwa; kau, sebagaimana mestinya, adalah cahaya yang senantiasa lestari. Jangan biarkan cahayamu padam barang sekali pun. Ruang dada saya juga adalah semesta kecil, kau tiba dengan membawa sekian banyak nuansa, menghapus habis segala buram di lingkungan hati. Terimakasih karena sudah turun ke bumi, untuk telah mewarnai, dan untuk telah mengindahi hari dan mimpi-mimpi. Sebab, di dunia ini, saya dan engkau hidup dengan banyak orang. Namun di hati saya, kamu tinggal sendirian. Sekian.

Oh, iya
Jika saya boleh berlebihan,
Maka kau makna bunga edelweiss.

-

Senandika ini ditulis
di Yogyakarta tanggal 05 Januari 2023.
Ditujukan kepada Ytc Saudari:
Gracella Cahya Lestari
Sebagai ucapan ulang tahun
 

Posting Komentar

0 Komentar