Untuk mengetahui kesadaran itu sendiri, kita perlu mendefinisikan ulang, apa sebenarnya kesadaran itu? Memahami kesadaran menurut klaim Joel Parthemore dapat dilakukan dengan memahami pengalaman sadar semiosis sebagai aktivitas multimodal/amodal secara simultan yang bertujuan untuk memahami asal-usul dan sifatnya. Jika kita menggunakan definisi analitik mengenai kesadaran, hal ini akan tertuju pada cara kita untuk mengetahui apa yang mendasari esensi terhadap suatu fenomena. Sedangkan, jika mendefinisikan kesadaran hanya melalui akal sehat saja, kita dengan mudah dapat mengatakan bahwa kesadaran itu dimulai ketika kita bangun tidur sampai kita pergi untuk tidur lagi, atau bentuk dari adanya kesadaran lain misalnya, mimpi, pingsan, dsb. Walaupun memang bentuk kesadaran semacam ini berbeda dengan saat kita terjaga secara penuh. Dalam definisi yang kedua, kesadaran diartikan sebagai keadaan intensitas universal. Kesadaran dengan definisi tersebut merupakan fenomena kualitatif. Kita mengetahui bahwa manusia dan hewan memiliki kesadaran, namun apakah kesadaran distingsi antara keduanya sama, itu tergantung pada skala filogenetik (hubungan evolusioner dalam kelompok organisme tertentu).
Masalah serius pertama tentang kesadaran ini berasal dari sejarah intelektual. Pada abad ketujuh belas, Descartes dan Galileo membuat perbedaan tajam antara realitas fisik yang dijelaskan oleh sains dan realitas mental jiwa, mereka menganggap hal tersebut berada di luar lingkup penelitian ilmiah. Dualisme ini menjadi kendala pada abad kedua puluh karena tampaknya menempatkan kesadaran dan fenomena mental lainnya di luar dunia fisik dan dengan demikian mereka menganggapnya sebagai pengetahuan di luar bidang ilmu pengetahuan alam. Kita harus mulai menyadari dan meninggalkan dualisme semacam ini dengan asumsi bahwa kesadaran adalah fenomena biologis biasa yang sebanding dengan pertumbuhan, pencernaan, atau sekresi empedu. Tetapi banyak orang yang bekerja di bidang sains tetap menjadi dualis dan tidak percaya bahwa kita bisa memberikan penjelasan kausal tentang kesadaran yang menunjukkannya sebagai bagian dari realitas biologis biasa.
Kesadaran didefinisikan sebagai pengalaman fenomenal subjektif. Contoh pengalaman fenomenal termasuk pengalaman persepsi sensorik yang dipicu eksternal, berpusat pada tubuh yang dihasilkan secara internal. Tidak semua bentuk kesadaran memiliki kepentingan normatif yang sama. Misalnya, pengalaman input sensorik mungkin kurang signifikansi moral daripada pengalaman rasa sakit dan kesadaran diri.
Namun, bentuk kausal ini tentu menyisakan tanda tanya, jika kesadaran diproses oleh otak, maka seharusnya ada kausalitas di antara keduanya; proses otak sebagai penyebab, dan kesadaran sebagai efek atau akibat. Keyakinan tersebut tampaknya menyiratkan dualisme dan mengarah pada konsepsi tentang sebab-akibat secara umum bahwa kausalitas harus berada di antara peristiwa-peristiwa diskrit yang berurutan secara waktu. Misalnya, membunuh orang lain menyebabkan kematian orang tersebut, atau pengeboman menyebabkan banyak kematian. Tentu saja, kita sering melihat hubungan kausal semacam itu di kehidupan sehari-hari. Namun, terdapat penjelasan lain bahwa otak dan kesadaran bukanlah dualisme yang menyiratkan hubungan kausalitas, otak itu bukan sebagai penyebab yang memproses kesadaran, sebab kesadaran sendiri merupakan bagian dari fitur otak.
Problematika mengenai ini terus berlanjut, tidak hanya berhenti pada hubungan kausalitas saja, melainkan ada persoalan kesulitan lain dalam situasi intelektual kita, bahwa kita tidak memiliki ide yang jelas tentang bagaimana otak berproses yang dapat diamati secara publik, fenomena objektif, sehingga pada akhirnya menyebabkan sesuatu yang aneh seperti keadaan kualitatif kesadaran manusia. Keadaan seperti ini seringkali disebut juga sebagai “qualia” (pengalaman kesadaran subjektif), sebab adanya fenomena terpisah antara kesadaran dan kualitas.
Kesadaran dan otak walaupun tidak memiliki hubungan kausal (indikator; sebab-akibat universal), tetapi keduanya memiliki keterhubungan yang sangat kompleks dan terjalin dengan menghasilkan banyak kualitas tertentu, sehingga keduanya sangat diperlukan dalam atribusi maupun keputusan-keputusan lain dalam hidup yang memerlukan opsi-opsi rasional normatif.
REFERENSI
Searle, J. R. (1990). The mystery of consciousness. New York Review of Books.
McIntosh, J. R. (2021, March). Seminars in cell and developmental biology: Anaphase A. In Seminars in Cell & Developmental Biology.
Parthemore, J. (2017). Consciousness, semiosis, and the unbinding problem. Language & Communication, 54, 36-46.
Jeziorski, J., Brandt, R., Evans, J. H., Campana, W., Kalichman, M., Thompson, E., ... & Muotri, A. R. (2022, March). Brain organoids, consciousness, ethics and moral status. In Seminars in Cell & Developmental Biology. Academic Press.
0 Komentar