Jika Ada yang Harus Berdosa, Maka itu Senyumanmu

 IMAM FARX

- 

Saat mentari tiba, embun-embun sedang membuka pagi dengan suasana sempurna. Namun, bukan dua hal itu yang ingin saya bicarakan. Semua ini hanya soal senyumanmu, hal ampuh yang memberikan kiamat pertama. Sebab setelah kehancuran besar itu terjadi, saya tidak punya lagi dunia dan kehidupan, selain kamu.  

Saya masih ingat betul bagaimana pagi itu berlangsung, hari pertama saat senyumanmu menjadi elemen paling penting di muka bumi, merenggut semua hal secara paksa; baik pikiran, hati, dan doa-doa pagi.  

Saya sedang tidak ingin menyentuh urusan asmara untuk saat ini, dan sudah terlalu bosan untuk menyelesaikan persoalan hati. Tapi, toh saya hanya manusia, berubah pikiran adalah soal biasa. Kau begitu sulit untuk ditolak. Maka, sekali lagi, saya memutuskan untuk jatuh cinta. Mencintaimu! Tak perduli bila kau keberatan atas keputusan ini.

Kamu terlihat lain. Dengan senyum termanis, kamu membuat saya tidak mampu lagi mempertahankan logika, hal-hal merebak begitu mudah, menyelinap ke dalam ceruk terdalam di ulu hati. Ah, dasar! jika harus jatuh hati, mengapa musti segampang ini? 

Beberapa degup jantung bertalu lebih kencang. Pagi tidak menyisakan apapun kecuali pekikan senyap dan sunyi, memohon sekuat diri, menahan agar kita tak meninggalkan tempat ini; saya masih ingin melumpuhkan hati beberapa kali lagi.

Bagaimana kalau kita pergi minum kopi? Kerinduan ini terlalu buruk jika saya tangani sendirian. Senyumanmu adalah persoalannya. Sangat sulit untuk melupakannya begitu saja. Tidur bukan solusi. Bila membuat gelisah adalah dosa, maka saya tidak ingin senyumanmu dikirim ke neraka. Seberat dan sepanas apapun itu, saya bersedia menampungnya. Jika harus meleleh, tak apa bila itu oleh senyumanmu. Ada ungkapan menarik pada buku yang pernah saya baca, orang akan mendadak puitis bila sedang jatuh cinta, paragraf ini adalah buktinya. Bahwa saya sudah benar tergila-gila. Lalu kau akan bagaimana?

Jika tidak berlebihan. Biarkan saya meminta untuk satu hal. Bukalah hatimu selebar yang kau bisa. Saya tidak sabar lagi untuk masuk dan meminum kopi. Jika tidak berkenan, maka buatlah saya tidak lagi mencintai, namun dalam hal ini; saya tidak yakin kau bisa dengan mudah mengerjakannya. Sebaiknya kau memilih opsi pertama, jangan mempersulit dirimu sendiri. Mulai sore ini, bukalah hatimu, agar saya dapat tenang menjadikanmu tempat kembali. Sebab setelah perasaan ini hadir, saya hanya ingin rutinitas ini menjadi lebih ringkas: pagi pergi kerja, siang memberimu kabar, dan sore kembali ke depanmu. Tiada lagi kegelisahan Panjang sebelum tidur. Tiada lagi kerinduan yang ngeyel di pagi hari. Dan yang terpenting, tiada lagi neraka.

Tulisan ini selesai sudah. Semua itu hanya susunan paragraf yang kaku dan berputar di situ-situ saja. Ya! sejak awal saya sudah bilang: semua ini hanya soal senyumanmu.
 

Posting Komentar

0 Komentar