Seperti halnya Kopi, Kita Yang Pahit Begitu Sukar Kuhindari

Imam Farx


Adalah saya yang terlambat menyelamatkan aku
Hal-hal dari senyumanmu, seperti manis dan anak-anak panah
Menusuk di dada, saya lumpuh sukarela
Sekarat di semak-belukar malam
Mencari penyembuh dalam kalut
Saya terluka dan menaruh rindu,
Menanti pemulihan, di pelukanmu

Jam-jam berdentang pada dinding-dinding hari
Ia menguap pada secangkir yang kurang
Lalu menyeduh sekali lagi di kelopak mata,
Menyajikannya pada duka, meminum penuh luka
Ia mencampakan rindu terhadap bunga.
Di matamu, saya mencecap kopi
Pahit dan getir, menyalakan debar di sintal dada
Meminum mereka, menyembuhkan dahaga

Cangkir-cangkir bermotif bunga
Namun tak begitu tertarik saya memperdulikannya
Mereka yang bercengkerama atas dasar sepi
Mencengkeram kepalanya sendiri, meretas batas-batas nyata
Lalu ia menguap berdua, jatuh pada palung senja
Mengantuk, atau mungkin tertidur
Saya begitu mencemburui bunga
Dan kau terlelap semakin nyenyak di dekapannya
Seperti orang-orang yang terhenyak oleh musik sendu
Kau terlelap, dan terbangun dengan dua tubuh

Secangkir kopi mengantar saya kemana saja
Menembus peradaban paling tak mengenal aku
Namun saya tetap menemukan bunga
Tetap menemukan aku
Ia memegang kopi dan cerutu
Saya menemukan aku yang masih merindukanmu,
Masih menghisap kalut,  
Masih mencium bau nyengat ranjang tidurmu
Masih menangkap basah penghianatanmu

Saya tak begitu menghiaraukan
Saya tetap meminum kopi, tapi kali ini, pahit sekali

Posting Komentar

0 Komentar